PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN

Perubahan penggunaan lahan dari vegetasi alamiah menjadi penggunaan lain biasanya mengakibatkan kehilangan habitat, degradasi dan fragmentasi yang berdampak langsung pada biodiversitas. Bahkan bila biodiversitas mungkin terkadang lebih besar di lanskap campuran, keadaan itu berangsur menurun sepanjang spektrum penggunaan lahan dari hutan primer menjadi hutan regenerasi, hutan perkebunan, dan lahan pertanian. Yang sangat dikhawatirkan ialah deforestasi, yang diikuti dengan konversi lahan menjadi tanah pertanian atau penggunaan lahan lainnya. Deforestasi yang terus berlangsung mengurangi keragaman bentuk-bentuk kehidupan dengan menimbulkan kepunahan dan kehilangan keragaman genetis pada organisme yang tersisa. Bahkan bila masih ada sedikit hutan yang dibiarkan tegak, lanskap terfragmentasi yang timbul tidak lagi dapat mendukung semua fungsi lingkungan yang ada sebelumnya. Dengan demikian, dengan mengacu pada biodiversitas, hasil-hasil yang paling bermanfaat umumnya dicapai bila deforestasi dapat dihentikan atau diperlambat.

Hubungan antara penggunaan lahan dan biodiversitas merupakan hal mendasar untuk memahami kaitan-kaitan antara manusia dan lingkungannya. Ekonomi lokal dan nasional cenderung memprioritaskan pembangunan yang mengakibatkan deforestasi dan degradasi. Mencapai konservasi dan berbagai sasaran pembangunan pada waktu bersamaan memerlukan perencanaan tata guna lahan yang terintegrasi dan terinformasi, termasuk partisipasi multi-pemangku-kepentingan selama seluruh siklus proses perencanaan, dan aturan yang jelas tentang bagaimana lahan dialokasikan dan didistribusi.

Perubahan iklim dan kehilangan biodiversitas merupakan dua tantangan terbesar yang kita hadapi saat ini. Hutan tropis sangat tinggi keragamannya dan menyediakan sejumlah besar layanan ekosistem, termasuk sekuestrasi dan penyimpanan karbon. Perencanaan tata guna lahan merupakan kunci menuju perlindungan lingkungan jangka panjang yang efektif dan dapat dianggap sebagai pengelolaan ekosistem di wilayah-wilayah tertentu. Hal ini berarti pengambilan keputusan tata guna lahan dan praktik-praktik pengelolaan lahan harus mempertimbangkan pemahaman terbaik yang tersedia mengenai fungsi suatu ekosistem dan berbagai proses alamiah.

Agar dapat mendukung pengambilan keputusan untuk perencanaan tata guna lahan, BIOCLIME memberikan penekanan khusus pada identifikasi daerah berhutan dengan stok karbon tinggi dan biodiversitas tinggi. Satu keluaran dari proyek tersebut ialah menyediakan data yang relevan, mutakhir dan akurat dari banyak ekosistem hutan bernilai konservasi tinggi yang telah teridentifikasi di daerah proyek dengan memberikan perhatian khusus pada jejaring kerja data spasial dan dukungan untuk 'Kebijakan Satu Peta' Indonesia. Tujuannya ialah untuk mengintegrasikan konservasi hutan dan keterhubungan (konektivitas) habitat sebagai landasan untuk perencanaan tata guna lahan di dalam lanskap hutan tropis Sumatra Selatan.

Bioclime bekerja erat dengan proyek LAMA-I, yang berfokus pada Perencanaan Tata Guna Lahan untuk Pembangunan Rendah Emisi. LAMA-I menyediakan platform untuk mengembangkan proses pengambilan keputusan dengan banyak pemangku kepentingan untuk membentuk rencana tata guna lahan guna pembangunan berkelanjutan, yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dari kegiatan berbasis lahan dan secara bersamaan menjaga pertumbuhan ekonomi dalam zona-zona khusus dari suatu lanskap, atau secara keseluruhan dalam suatu lanskap.