FORCLIME
Forests and Climate Change ProgrammeTechnical Cooperation (TC Module)
Select your language
Negara-negara yang tergabung dalam jejaring cagar biosfer di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, mengadakan pertemuan tahunan untuk membahas capaian dan tantangan dalam pengelolaan cagar biosfer, yang dinamakan Southeast Asian Biosphere Reserve Network (SeaBRnet). Tahun ini, SeaBRnet ke-13 mengusung tema “Jasa Ekosistem dan Pemberdayaan Masyarakat Menuju Pengelolaan Cagar Biosfer Berkelanjutan” dan diselenggarakan di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia pada tanggal 15-17 November 2021. Selama kegiatan berlangsung, terdapat sesi bertukar pengalaman antar anggota SeaBRnet dan diskusi kontribusi strategis Man and the Biosphere (MAB) di Asia dan Pasifik menuju pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Beberapa hal menarik yang menjadi temuan dari studi kasus di berbagai negara adalah:
1. Cagar biosfer memiliki peran penting sebagai landasan berbagai pemangku kepentingan untuk terlibat dan berpartisipasi secara inklusif.
2. Cagar biosfer harus memiliki sekretariat dewan pengelolaan, koordinator, divisi promosi, divisi penelitian, dan kantor pengelolaan.
3. Personel cagar biosfer harus terampil dan termotivasi, memiliki pengetahuan teoritis dan pengalaman yang relevan.
4. Para manajer cagar biosfer harus bisa membangun kemitraan dengan universitas, lembaga penelitian, dan sektor swasta.
5. Diperlukan adanya rencana pengelolaan cagar biosfer yang terpadu yang bisa membangun sinergi antar pemangku kepentingan.
Selain gelar wicara dan diskusi, di acara SeaBRnet jugaterdapat area pameran untuk menampilkan kegiatan dan produk-produk lokal hasil pengelolaan cagar biosfer.FORCLIME berkolaborasi dengan Sustainability and Value-Added in Agricultural Supply Chains in Indonesia (SASCI+)memfasilitasi Taman Nasional Lore Lindu dan mitranya mempromosikan produk-produk masyarakat binaan Cagar Biosfer Lore Lindu (CBLL) melalui pameran.
Kegiatan SeaBRnet diakhiri dengan melakukan kunjungan lapangan ke Cagar Biosfer Rinjani-Lombok sehingga peserta mendapatkan kesempatan untuk mengamati implementasi konsep cagar biosfer di sana, berinteraksi dengan masyarakat setempat, dan memberikan masukan kepada manajemen Cagar Biosfer Rinjani-Lombok.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Ismet Khaeruddin, Advisor Senior, Focal Point Keanekaragaman Hayati KFW Forest Program 3 dan Koordinator Provinsi Sulawesi Tengah
Fikty Aprilinayati, Advisor bidang Pengelolaan Hutan Lestari dan Pengelolaan Cagar Biosfer
Dalam Strategi Rencana Aksi Provinsi (SRAP) REDD+ Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Barat berkomitmen mencapai target penurunan emisi sebesar 60%. Oleh karena itu, perlu sinergi para pihak, baik pemerintah maupun mitra pembangunan, dalam pencapaian target tersebut. Pokja REDD+ sebagai medium komunikasi dan koordinasi para pihak terkait isu REDD+ mengemban tanggung jawab untuk melakukan kompilasi data dan informasi terkait pengukuran emisi dan melaksanakan pelaporan terkait aksi perubahan iklim. Berdasarkan identifikasi, ditemukan beberapa program dan kegiatan para pihak yang belum terlaporkan,sehingga perlu diintegrasikan ke dalam data dan sistem yang dimiliki Pokja REDD+.Bersama FORCLIME, Pokja REDD+ memfasilitasi FGD para pihak yang bertujuan untuk mengnyinergikan dan mengharmonikan program pengurangan emisi di Provinsi Kalimantan Barat.
FGD dilaksanakan tanggal 11 November 2021 di Pontianak, dan dihadiri oleh instansi-instansi Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, Pokja REDD+, dan mitra pembangunan yang melaksanakan program dan kegiatan terkait aksi penurunan emisi. Kegiatan dibuka oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, Ir. Adiyani, MH, yang menyampaikan komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dalam aksi penurunan emisi melalui pembentukan kelembagaan Pokja REDD+ sejak tahun 2012,dan pelaksanaan program yang mendukung pencapaian Visi dan Misi Provinsi Kalimantan Barat tentang pembangunan yang berwawasan lingkungan
Selanjutnya, Prof. Dr. Gusti Hardiansyah, MSc, QAM selaku Ketua I Pokja REDD+ melalui presentasinya menyampaikan peran Pokja REDD+ sebagai simpul dan medium komunikasi para pihak, dan perlunya harmonisasi data untuk mengetahui sebaran distribusi aksi program di masing-masing wilayah yang dilakukan para pihak.
FGD ini menghasilkan tabel identifikasi program yang dilaksanakan oleh mitra pembangunan dan sebaran lokasi kegiatan. Tabel tersebut akan menjadi bahan untuk evaluasi dan mengukur pencapaian target penurunan emisi yang ditetapkan.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Yenny, S.Hut, MT, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, anggota Pokja REDD+ Kalimantan Barat
Jumtani, Advisor Bidang Pengelolaan Hutan Lestari dan Focal Point GCF
Wandojo Siswanto, Manajer Bidang Strategis, Kebijakan Kehutanan dan Perubahan Iklim
Penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi merupakan hal yang penting untuk dilakukan karena proses penilaian tersebut dapat menjadi wadah berbagi informasi antar staf pengelola dan dapat memastikan bahwa arah pengelolaan sesuai dengan mandat penetapan kawasan. Di Indonesia, metode yang digunakan untuk menilai efektivitas pengelolaan adalah Management Effectiveness Tracking Tool (METT), yang dilakukan setiap dua tahun sekali dan mencakup enam aspek yaitu: (1) konteks, yang meliputi status hukum kawasan, (2) perencanaan, (3) input, (4) proses, (5) output, dan (6) outcome. Penilaian METT ini dapat dilakukan secara mandiri oleh masing-masing pengelola kawasan, dan dapat mengikutsertakan masyarakat sekitar kawasan serta pemangku kepentingan lain, dibantu fasilitator independen untuk hasil penilaian yang lebih komprehensif dan seimbang atau objektif.
Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTN) terakhir melaksanakan penilaian METT pada tahun 2019 dengan nilai 74, dan sebelumnya pada tahun 2017 dengan nilai 72. Oleh karena itu, tahun ini BBTN Lore Lindu kembali melakukan penilaian untuk menilai tingkat efektifitas pengelolaan yang dilakukan dalam kurun waktu Januari 2020 hingga November 2021. Kegiatan penilaian METT diselenggarakan pada tanggal 2-3 November 2021 di Kantor BBTN Lore Lindu, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Dalam kegiatan ini, FORCLIME yang diwakili oleh Bapak Ismet Khaeruddin, bersama dengan Bapak Andhika Chandra, S.Hut, M.Sc selaku perwakilan dari Direktorat Pengelolaan Kawasan Konservasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menjadi fasilitator penilaian METT.
Hasil penilaian mandiri menunjukkan adanya peningkatan efektifitas pengelolaan dengan nilai METT 80, yang umumnya dikarenakan pelaksanaan pengelolaan sesuai rekomendasi penilaian METT tahun 2019. Hasil penilaian ini akan dilaporkan dan diverifikasi oleh Direktorat Pengelolaan Kawasan Konservasi KLHK, sehingga pihak BBTN Lore Lindu perlu melengkapi semua dokumen yang dibutuhkan sebagai bukti dan bahan verifikasi.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Ismet Khaeruddin, Advisor Senior, Focal Point Keanekaragaman Hayati KFW Forest Program 3 dan Koordinator Provinsi Sulawesi Tengah
Didukung oleh: | |