FORCLIME
Forests and Climate Change ProgrammeTechnical Cooperation (TC Module)
Select your language
Dalam rangka mengidentifikasi potensi kerja sama terkait pemberdayaan desa, termasuk desa adat di Tanah Papua, FORCLIME bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes) melalui Direktorat Penyerasian Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, mengadakan pertemuan koordinasi tanggal 22 April 2021. Pertemuan yang dilakukan secara daring ini membahas potensi kerja sama di lokasi kegiatan FORCLIME di Papua, Papua Barat dan Sulawesi Tengah yang beririsan dengan lokasi prioritas Kemendes. Dalam pertemuan tersebut Kemendes menyarankan FORCLIME untuk berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa di tingkat kabupaten, karena mereka mempunyai Tupoksi operasioal untuk melakukan pemberdayaan masyarakat di daerah.
Dalam pertemuan tersebut, Direktur Penyerasian Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Dr. Sumarlan mengatakan "Saya berharap kerja sama dengan GIZ ini dapat menyentuh lokasi-lokasi di Indonesia Timur, yang belum pernah kami sentuh sebelumnya, sehingga lokasi-lokasi tersebut akan merasakan kehadiran pemerintah di sana".
Lanjutan dari pertemuan awal ini akan membahas tentang rencana kegiatan FORCLIME tahun 2021 yang akan disinergikan dengan kegiatan prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Untuk Informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Mohammad Sidiq, Manajer bidang strategis Pengelolaan Hutan Lestari
Edy Marbyanto, Manajer bidang strategis Pengembangan SDM
Dalam rangka meningkatkan kualitas tampilan module e-learning, Pusat Diklat Sumber Daya Manusia Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Pusdiklat SDM KLHK) mengadakan pertemuan koordinasi melalui daring dengan FORCLIME pada tanggal 20 April 2021. Dalam pertemuan tersebut dibahas mengenai kebutuhan untuk mengembangkan format tampilan e-book yang menarik dan sekaligus bisa menjadi “corporate identity” bagi Pusat Diklat SDM LHK. Pengembangan tampilan modul e-learning yang lebih interaktif ini akan didukung oleh FORCLIME, termasuk menyediakan tenaga magang yang berpengalaman dalam pengembangan e-learning dan memiliki keahlian di bidang desain grafis.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Edy Marbyanto, Manajer bidang strategis pengembangan SDM
Wira Hakim, Advisor Junior bidang Pengembangan SDM
Setelah beberapa seri pertemuan antara pakar di Forest for Life Indonesia (FFLI) dengan FORCLIME yang membahas mengenai isu kebijakan yang sedang berkembang di sektor Kehutanan Indonesia, bekerja sama dengan Forest for Life Indonesia, FORCLIME mengadakan webinar mengenai Pembangunan Kehutanan setelah Undang-undang Cipta Kerja pada tanggal 10 April 2021 di Bogor, Jawa Barat. Acara yang diselenggarakan secara daring dan luring ini dipandu oleh Manajer bidang strategis FORCLIME, Wandojo Siswanto, sebagai moderator. Webinar dihadiri oleh 187 peserta yang mewakili akademisi, LSM, pelajar perguruan tinggi, mitra pembangunan, pemerintah provinsi, pemerintah pusat, sektor swasta.
Prof. Haryadi Kartodihardjo dari Forest for Life Indonesia (FFLI) menyampaikan implikasi strategis UUCK terhadap aspek perijinan, kemasyarakatan, dan penguatan kelembagaan pengelolaan hutan di luar Jawa melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Selain itu, disampaikan implikasi terhadap pengelolaan hutan di Jawa (Perhutani). Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan dari Prof. San Afri Awang yang menyampaikan bahwa dalam PP. 23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, intervensi Perhutanan Sosial menjadi sangat penting di Indonesia, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Salah satu polemik terbitnya UUCK terhadap KPH adalah hilangnya Tupoksi KPH untuk membangun bisnis. Namun, KPH sebetulnya tetap bisa membangun kemitraan, seperti yang dituangkan dalam PP 23/2021. Kemitraan ini berbasis 3 pasal, yakni pasal 204, 205, 213 dalam PP 23/2021.
Selanjutnya, Dr. Iman Santoso, perwakilan dari Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), memaparkan perbandingan sebelum UUCK dan pasca UUCK, dimana adanya UUCK dan turunannya justru menyebabkan penyelenggaraan kehutanan benar-benar menggunakan pendekatan lanskap, dimana pada UUCK dalam satu lanskap, satu perijinan sudah cukup untuk multiusaha dan dianggap sangat menguntungkan, mudah, dan murah, dengan tujuan menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya.
Sebagai panelis terakhir, Ir. Madani Mukarom selaku perwakilan dari Asosiasi KPH menyampaikan implikasi dari UUCK adalah menurunnya total organisasi KPH di daerah karena KPH hanya berperan sebagai cost-centre. Selain itu, SDM juga akan berkurang karena tugas hanya terbatas untuk fasilitasi. Hal lain yang menjadi perhatian yakni KPH juga harus merevisi Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP), karena usaha kemandiriannya sudah tidak ada. Dampak lain juga termasuk penerimaan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) yang berhenti/tidak ada lagi. Selain implikasi UUCK, Ir. Madani juga menyoroti adanya perubahan Tupoksi KPH berdasarkan PP 6 dibandingkan dengan PP 23/2021.
Pada akhir acara Dr. Agus Djoko Ismanto, sebagai Rapporteur, menyampaikan catatan selama berlangsungnya webinar yang kemudian akan dirumuskan dalam bentuk policy brief. Webinar ini merupakan seri pertama dari rangkaian kajian Pembangunan Kehutanan Pasca Undang-undang Cipta Kerja.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Wandojo Siswanto, Manajer bidang strategis terkait kebijakan kehutanan dan perubahan iklim
Didukung oleh: | |