1 / 3

FORCLIME

 Forests and Climate Change Programme
 Technical Cooperation (TC Module)
2 / 3

FORCLIME

 Forests and Climate Change Programme
 Technical Cooperation (TC Module)
3 / 3

FORCLIME

 Forests and Climate Change Programme
 Technical Cooperation (TC Module)

2024 05 14 kotrak dengan BRWA tata kelola dan rencana aksi MHA ah

Penguatan kapasitas masyarakat khususnya kelompok perhutanan sosial merupakan salah satu kegiatan pemberdayaan yang difasilitasi FORCLIME melalui berbagai kegiatan, termasuk pelatihan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat terkait dengan pengelolaan hutan dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat di desa.

Salah satu skema Perhutanan Sosial adalah skema Hutan Adat. Masyarakat Hukum Adat (MHA) To Lindu di Sulawesi Tengah, difasilitasi oleh Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), telah mendapatkan penetapan hutan adatnya melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5677/MENLHK-PSKL/PKTHA/PSL.1/9/2021 tentang Penetapan Hutan Adat Suaka Katuvua To Lindu seluas 6.473 hektare di Kabupaten Sigi.

Dalam proses pengusulan hutan adat, BRWA Sulawesi Tengah telah mengidentifikasi kegiatan kunci, yaitu: (1) Musyawarah desa untuk internalisasi hutan adat; dan (2) Penguatan kelembagaan adat. Pasca penetapan hutan adat, kegiatan-kegiatan tersebut dielaborasi agar MHA To Lindu dapat mengelola dan memanfaatkan potensi hutan adatnya secara lestari sesuai dengan norma hukum adat dan kearifan lokal.

Oleh karena itu, pada tanggal 14 Mei 2024 BRWA bersama dengan FORCLIME sepakat berkolaborasi untuk membantu MHA To Lindu dalam mengelola hutan adatnya. Tujuan dari kerja sama tersebut adalah:

 Menyusun rencana aksi bersama di tingkat desa dengan melibatkan pihak-pihak terkait untuk pengelolaan hutan berkelanjutan,
 Revitalisasi lembaga adat, khususnya pengelola Hutan Adat Suaka Katuvua To Lindu;
 Memastikan pengelolaan Hutan Adat Suaka Katuvua To Lindu berjalan sesuai kearifan lokal;
 Meningkatkan kapasitas Dewan Adat dan Lembaga Adat Desa terkait dengan tata kelola hutan adat;
 Menyusun kesepakatan model pengelolaan Hutan Adat Suaka Katuvua To Lindu.

Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, termasuk:

  • Pendampingan untuk penguatan kelembagaan pengelola hutan adat. Kegiatan ini akan dilakukan selama empat bulan, dengan menugaskan satu orang staf lapangan yang akan tinggal di lokasi kerja selama 15 hari per bulan untuk pendampingan teknis, fasilitasi diskusi dan FGD, serta pertemuan desa di Ngata Lindu.
  • Identifikasi dan penandaan spasial hingga batas Hutan Adat Suaka Katuvua To Lindu, dengan melakukan survei lokasi pemanfaatan hutan adat dan penandaan batas.
  • Monitoring dan evaluasi, untuk melihat kemajuan kegiatan yang telah dilaksanakan.
  • Pelaporan. Laporan yang disusun, dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, diselesaikan paling lambat dua minggu setelah berakhirnya seluruh rangkaian kegiatan yang dilaksanakan. Selain itu, juga menyajikan laporan pada saat kegiatan diskusi bersama dengan pemangku kepentingan.

Selain itu, akan dilaksanakan beberapa rangkaian kegiatan terkait dengan penyiapan tata kelola MHA To Lindu, antara lain:

  • Lokakarya mengenai Sinergi Pengelolaan Hutan Adat Suaka Katuvua To Lindu dengan Stakeholder, yang bertujuan untuk merumuskan skenario pengelolaan hutan adat lestari bersama pemangku kepentingan terkait.
  • Lokakarya untuk menyusun Rencana Pengelolaan Jangka Menengah (RPJM) Hutan Adat Suaka Katuvua To Lindu.

Selama ini MHA To Lindu menjunjung tinggi tradisi adatnya secara turun temurun. Mereka mempunyai peraturan pembagian wilayah yang dilakukan oleh Dewan Adat Lindu, sebagai berikut:

  • Hutan Wanangkiki, yaitu kawasan hutan yang sama sekali tidak dapat dikelola oleh masyarakat, seperti kawasan hulu sungai.
  • Hutan Lindung Ntodea, dimana masyarakat dapat memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhan yang terbatas, seperti memanfaatkan pohon palem untuk diambil buah dan daunnya untuk dijadikan ijuk.
  • Hutan Pangale, merupakan kawasan budidaya masyarakat yang menerapkan jeda lima tahun untuk bercocok tanam di kawasan tersebut.
  • Hutan Pobondea, yang bisa ditanami tanaman produktif seperti tanaman kopi.
  • Popampa, yang bisa ditanami tanaman palawija.
  • Polida, yang merupakan area persawahan.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Arif Hidayat, Advisor Junior bidang Kehutanan dan Keanekaragaman Hayati
Ismet Khaeruddin, Advisor Senior, Keanekaragaman Hayati dan Koordinator Provinsi Sulawesi Tengah

in cooperation with ministry of forestry and environment Didukung oleh:
Cooperation - Republic of Indonesia and Federal Republic of GermanyImplemented-by-giz